Hierarkinews, MAKASSAR — Mundurnya Rahayu Saraswati dari DPR bukan sekedar peristiwa politik, melainkan sebuah tanda yang menyentuh ranah sosiologis, Tegas Abdul Hakam.
Ini tanda2 akan rapuhnya ruang representasi bagi generasi muda dan perempuan dalam parlemen.
Keputusan itu, bagi sebagian kalangan, ibarat hilangnya satu simpul suara yang menyuarakan keberanian melawan arus dominasi politik tradisional.
Sekretaris Umum Badko HMI Sulselbar 2022–2024, Abdul Hakam, menilai sosok Saraswati kerap dipandang sebagai jembatan antara idealisme generasi muda dengan realitas politik yang keras.
Menurutnya, ketika figur seperti ini memilih mengundurkan diri, yang hilang bukan sekadar sebuah kursi, melainkan juga tafsir kritis terhadap isu-isu kesetaraan, lapangan kerja, dan pendidikan yang sangat relevan bagi anak muda.
Pengunduran diri ini harus di baca sebagai alarm bagi partai politik maupun masyarakat luas. Kehadiran perempuan muda di parlemen, menurutnya, adalah jantung dari upaya menghadirkan politik yang lebih inklusif, setara, dan berorientasi pada masa depan.
Sementara itu, Fraksi Gerindra DPR RI menyatakan menghormati keputusan politik Saraswati. Sekretaris Fraksi Gerindra DPR RI, Bambang Hariyadi, menegaskan bahwa partai tetap mengikuti mekanisme organisasi dalam menyikapi langkah tersebut.
“Pernyataan Sara di sebuah podcast yang sempat ramai dibicarakan sebenarnya bernada motivasi, bukan masalah. Namun, proses partai harus tetap berjalan. Per hari ini, fraksi sepakat menonaktifkan beliau sambil menunggu proses di Mahkamah Partai. Kami berharap publik bisa melihat dengan jernih,” kata Bambang.