Hierarkinews, MAKASSAR — Praktik parkir liar di Jalan Boulevard, Makassar, kembali marak meskipun telah berulang kali ditertibkan oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Makassar. Penindakan berupa penguncian kendaraan dinilai belum mampu menghentikan pelanggaran yang terus terjadi.
Anggota Komisi B DPRD Kota Makassar, Hartono, menilai bahwa penanganan parkir liar selama ini bersifat tambal sulam dan tidak menyentuh akar persoalan. Ia mendorong adanya regulasi yang lebih komprehensif guna membenahi tata kelola perparkiran.
“Kalau kita lihat, penguncian kendaraan itu tidak menyelesaikan masalah. Tidak cukup hanya tegas sesaat,” ujar Hartono saat ditemui pada Senin (7/7/2025).
Menurutnya, keberadaan Peraturan Daerah (Perda) tentang perparkiran yang operasional sangat mendesak. Perda tersebut, kata dia, harus mencakup pengaturan zonasi, teknis pengelolaan, hingga penegasan tanggung jawab petugas lapangan.
Hartono juga menyoroti maraknya parkir sembarangan oleh pengemudi ojek online (ojol), terutama di kawasan padat seperti pusat kuliner dan pusat perbelanjaan.
Ia menyarankan agar aturan teknis mengenai parkir ojol turut dimasukkan dalam rancangan perda.
“Masalah parkir ojol juga perlu diatur. Jangan sampai ini menjadi celah pembenaran praktik parkir liar,” tegasnya.
Ia menambahkan, lemahnya konsistensi penegakan aturan turut memperburuk situasi. Toleransi yang berlebihan, menurutnya, membuat masyarakat cenderung abai terhadap aturan karena tidak ada sanksi yang jelas.
“Sering kali kita ini terlalu longgar. Hari ini ditertibkan, besok dibiarkan. Harus ada konsistensi,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia menilai keberadaan juru parkir liar yang tidak berada di bawah kendali Dishub juga menjadi masalah tersendiri. Ia mendorong agar seluruh titik parkir dijaga oleh petugas resmi dan bertanggung jawab.
Lebih jauh, Hartono meminta agar pemerintah tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga aktif dalam melakukan sosialisasi aturan kepada masyarakat.
“Kalau aturannya sudah ada, ya harus disosialisasikan secara masif. Edukasi masyarakat mengenai titik parkir resmi dan sanksi pelanggaran sangat penting,” jelasnya.
Menurut Hartono, buruknya tata kelola parkir bukan hanya menyebabkan kemacetan, tetapi juga memicu konflik sosial di tengah masyarakat. Karena itu, reformasi sistem perparkiran dinilai sebagai kebutuhan mendesak.
“Parkir ini memang terlihat sepele, tapi dampaknya luas. Kita butuh sistem yang tertib dan adil,” pungkasnya.
Di sisi lain, Kepala Dishub Kota Makassar, Muhammad Rheza, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk mengatasi persoalan tersebut. Ia menilai bahwa penanganan parkir liar harus dimulai dari pencegahan.
“Langkah awal kami adalah memperjelas marka jalan agar batas parkir bisa diketahui semua pihak,” katanya.
Rheza menyebut bahwa tidak adanya pembatas visual menjadi salah satu penyebab parkir sembarangan.
Karena itu, pemasangan marka akan menjadi prioritas dalam penataan ulang kawasan rawan pelanggaran.
Selain itu, Dishub juga merencanakan pembangunan pos pengawasan di titik-titik strategis, seperti kawasan Medan Tengah. Pos tersebut akan dijaga petugas gabungan dari Dishub dan Perusahaan Daerah (PD) Parkir.
“Kami juga akan berkoordinasi dengan PD Parkir untuk menempatkan personel di titik-titik rawan,” ujarnya.
Namun demikian, Rheza menegaskan bahwa tindakan represif seperti penggembokan kendaraan hanyalah langkah akhir. Ia lebih menekankan pada sistem pencegahan dan pembenahan dari hulu.
“Kalau hanya terus menindak, sampai kapan? Harus ada sistem pencegahan yang kuat sejak awal,” katanya.
Untuk itu, Dishub akan mendorong pembentukan tim terpadu yang melibatkan PD Parkir, Kepolisian, dan Kejaksaan guna memastikan penegakan aturan berjalan tegas dan tanpa tebang pilih.
“Kita butuh kerja sama lintas instansi. Tidak boleh ada ‘backing’ dalam penertiban. Semua harus tunduk pada aturan,” tegas Rheza.
Sebagai informasi, sejumlah kawasan di Kota Makassar seperti Jalan Boulevard, Jalan Pengayoman, dan beberapa pusat niaga lainnya menjadi titik rawan parkir liar. Kondisi ini menyebabkan kemacetan dan mengganggu ketertiban umum. (*)