Hierarkinews, MAKASSAR – DPRD Kota Makassar melalui Komisi A dan Komisi B menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak PT Midi Utama Indonesia Tbk (Alfamidi), organisasi kemasyarakatan, dan perwakilan keluarga pelapor, Jumat (1/8/2025). Rapat ini digelar untuk menindaklanjuti laporan dugaan diskriminasi karyawan dan pencemaran nama baik oleh jaringan ritel modern tersebut.
Dalam rapat yang berlangsung di ruang Komisi DPRD Makassar itu, berbagai isu strategis ikut disorot, mulai dari kepatuhan terhadap perizinan, pajak, hingga pelanggaran etika perusahaan terhadap karyawan.
Anggota Komisi A DPRD Makassar, Andi Makmur Burhanuddin, menyampaikan keprihatinannya atas informasi terkait dugaan diskriminasi terhadap karyawan perempuan berhijab di sejumlah gerai Alfamidi dan jaringan serupa.
“Saya menerima laporan, termasuk dari FPI, bahwa ada kecenderungan beberapa gerai meminta karyawan melepas jilbab saat bertugas. Jika benar, ini bukan hanya diskriminasi, tapi pelanggaran hak konstitusional dalam beragama,” tegasnya.
Isu pencemaran nama baik terhadap keluarga Husnul juga turut dibahas. Kasus ini memicu aksi demonstrasi dan laporan hukum, yang kini sedang diproses oleh pihak berwenang.
Pihak Alfamidi, melalui Corporate Communication Rudi, membantah adanya diskriminasi sistemik di perusahaannya. Ia menjelaskan bahwa keterlambatan klarifikasi video permintaan maaf bukan karena pengabaian, melainkan menunggu arahan pusat.
“Kami tidak berniat mengabaikan. Saat itu kepala cabang sedang umrah, jadi proses komunikasi terhambat. Begitu ada arahan dari pusat, kami segera penuhi permintaan klarifikasi video menggunakan atribut resmi Alfamidi,” kata Rudi.
Ia menegaskan bahwa klarifikasi tersebut bukan karena tekanan, melainkan bentuk komitmen perusahaan dalam menghargai masyarakat.
Di sisi lain, pihak pelapor, Husnul, yang juga mewakili SAPMA Pemuda Pancasila, menyatakan bahwa secara pribadi telah memaafkan, namun proses hukum tetap berjalan.
“Maaf secara pribadi sudah kami berikan. Tapi karena ini sudah menyangkut laporan hukum dan aksi massa, prosesnya tetap kami lanjutkan. Kami hanya ingin kejelasan dan perlakuan yang adil,” ujar Husnul.
Ia menegaskan bahwa tuntutan keluarga sejak awal bukan untuk menjatuhkan reputasi perusahaan, melainkan untuk menuntut keadilan atas peristiwa yang mencederai harga diri.
RDP ini menjadi ruang penting bagi DPRD Makassar dalam mengawasi dinamika hubungan antara pelaku usaha besar dan masyarakat. Dewan pun berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan ini melalui inspektorat dan instansi teknis terkait. (*)










